[Review] Cine Us

Penulis : Evi Sri Rezeki
 Penyunting : Della Firayama
 Penggambar ilustrasi isi : Anisa Meliasyari
 Penerbit : Noura Books
 304 halaman
 2013 978-602-7816-56-5


 Lena, bersama 2 sahabatnya berhasil mendapat izin dari Wakasek Kesiswaan untuk membuat klub Film. Tapi mereka gagal mendapatkan anggota pada tahun pertama karena pemutaran film perdana mereka. Namun, they find the way. Mereka mendapatkan 7 anggota kelas X setahun setelah aksiden pemutaran film perdana.

 Masalah lagi-lagi datang saat mereka membagikan pamflet pemutaran film mereka yang juga jarang peminatnya, belum lagi salah satu anggota mereka yang asli menyebalkan dan bertingkah aneh. Pada suatu waktu, Lena ditantang oleh mantan pacarnya untuk menang di Festival Film Remaja, Lena setuju dan mulai menyusun rencana film.

Lena dan Klub Film berjuang keras untuk itu, namun masalah datang, Lena hanya bisa berjuang dengan Dania dan Dion, tapi hari-harinya makin seru saat menemukan sesosok Anak Hantu yang begitu misterius, hari-harinya makin seru ketika seabrek masalah menghujaninya.

 Buku ini berisi tentang persahabatan, perjuangan, cinta, dan film maker. Di mana komponen tersebut diramu dengan baik sehingga menghasilkan tulisan yang baik juga. Ini adalah kali pertama saya membaca cerita yang membawa-bawa perfilman, mengetahui sesuatu yang beda ini, saya excited, jarang-jarang lho novel lokal ngangkat tema perfilman (atau sayanya aja yang kudet).

 Persahabatan antara Lena-Dion-Dania mengambil tempat dominan, meski begitu, itu tidak mengurangi feel romansanya. Keseimbangan yang baik. Alurnya mengalir, bahasanya sopan dan saya suka itu, saya suka ketika novel remaja lolal tapi menggunakan bahasa aku-kamu/saya-kamu, di novel ini bukan berarti ngga ada, tapi cuma 2 atau 3 scene di mana Ryan dan Rizki ngobrol ataupun ketika si Antagonis muncul. Karakternya yang beragam menambah warna dan terasa ‘hidup’-nya, saya menangis, juga tertawa saat membaca novel ini.

 Novel keren ini juga mengangkat the other side of us, menghadirkan Dion yang mempunyai kelebihan adalah ide brilian, bikin terharu tapi ngga cengeng. Karakter yang paling saya suka adalah Dion, dia yang paling lugu dan menyenangkan.

Bagian yang paling saya suka adalah bagian ketika Dion dan Lena pulang ke Bandung, Dion sedang curhat mengenai orang tuanya, namun, karena Dion tak mengerti apa-apa, dia terus bertanya kepada Lena. Di situ saya merasa sedih.

 Sedikit banyak, saya bisa menangkap amanat mbak Evi, perjuangan tak akan mengkhianati, if its meant to be, you will find a way. Seimajinaif apa mimpi itu, selalu ada jalan untuk membuatnya jadi nyata. Kalau dipikir-pikir lagi, novel ini jadi seperti motivasi supaya terus melanjutkan perjuangan.

 Seperti halnya manusia, buku ini juga tidak sempurna dan memiliki kekurangan, di bagian awal agak klise. Terlepas dari kekurangannya, novel ini saya rekomendasikan untuk teman camilan dan teman nongkis-nongkis. 4 bintang.

No comments:

Post a Comment