[Review] The Girl On The Train


Via Ijak

Rachel menaiki kereta komuter yang sama setiap pagi. Setiap hari dia terguncang-guncang di dalamnya, melintasi sederetan rumah-rumah di pinggiran kota yang nyaman, kemudian berhenti di perlintasan yang memungkinkannya melihat sepasangan suami istri menikmati sarapan mereka di teras setiap harinya. Dia bahkan mulai merasa seolah-olah mengenal mereka secara pribadi. “Jess dan Jason,” begitu dia menyebut mereka. Kehidupan mereka-seperti yang dilihatnya-begitu sempurna. Tak jauh berbeda dengan kehidupannya sendiri yang baru saja hilang.

Namun kemudian, dia menyaksikan sesuatu yang mengejutkan. Hanya semenit sebelum kereta mulai bergerak, tapi itu pun sudah cukup. Kini segalanya berubah. Tak mampu merahasiakannya, Rachel melaporkan yang dia lihat kepada polisi dan menjadi terlibat sepenuhnya dengan kejadian-kejadian selanjutnya, juga dengan semua orang yang terkait. Apakah dia telah melakukan kejahatan alih-alih kebaikan?

"Kepada siapakah saya harus percaya?" adalah pertanyaan yang terus terngiang apabila anda membaca buku ini, sama seperti saya yang selalu dihantui pertanyaan itu, bagi saya yang punya sedikit pengalaman dengan novel kriminal seperti The Girl On The Train, dibuat takjub dengan karya Paula Hawkins yang satu ini.

Tidak berlebihan kalau saya memberi empat dari lima bintang untuk novel ini, dipandang dari alur, gaya penulis, penokohan sampai dengan sampul novel, The Girl On The Train pantas dapat empat bintang. Memang awalnya agak terkesan absurd, karena bagian Rachel-- Novel ini ditulis dengan satu sudut pandang dari berbagai tokoh-- terasa sedikit membosankan, bicaranya hanya itu-itu saja, apa yang dilakukannya itu-itu saja, belum terdapat clue mau dibawa ke mana pembaca setelah melihat Rachel yang selalu teler. Di bagian awal dibuat clueless sehingga ngga ada informasi tentang gambaran apa yang akan disuguhkan di lembar selajutnya.

Namun, inilah yang menjadi daya tarik saya menamatkan buku Paula Hawkins, secerca rahasia ia buka, satu per satu, dengan waktu yang cukup lama, dengan pembahasan yang sangat rinci, meski sering kalap kepengin cepet-cepet tamatin buku ini, rasanya greget dengan pace yang lumayan lambat.

Novel ini bagai candu, awalnya saya ogah-ogahan, namun terpacu begitu saya menemukan clue, rasanya seperti, saya tidak bisa kembali ke belakang, saya terlanjur mengambil resiko, dan menikmati cerita tentang Rachel adalah jalan satu-satunya keluar dari labirin. Tapi ini menyenangkan, tenan.

Sedang cerita ini sendiri mengenai Rachel yang memilih alkohol sebagai pelariannya, Anna yang takut dengan Rachel dan segenap aksinya, Megan yang misterius. Ke tiganya terlibat dalam lingkaran masalah yang rumit. Rachel melihat sesuatu dari kereta dan itu merupakan sebuah bukti yang bisa membantu Scott, suami Megan. Namun, Rachel adalah Rachel, pemabuk, setengah waras dan tidak dapat dipercaya, dia sendiri bahkan tidak bisa membedakan mana mimpi mana yang realita, sehingga tak ada yang bisa dipercaya dari apa yang mulutnya keluarkan. Mampukah Rachel membuat orang percaya padanya? Mampukah dia memperbaiki dirinya, melupakan mantan suami beserta istrinya? Mampukah mereka menemukan dia?

Silahkan nikmati sensasi diburu oleh kereta. 4/5 stars for it!







1 comment: